Kesenian Calung Banyumas: Warisan Irama Bambu dari Tanah Penginyongan
![]() |
Pertunjukan Calung Lengger di Pendopo Wakil Bupati Banyumas |
Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan budaya dan kesenian
tradisional. Di antara sekian banyak kesenian daerah yang
tumbuh subur dari Sabang sampai Merauke, ada satu seni pertunjukan yang unik
dari wilayah Banyumas, Jawa Tengah, yang dikenal dengan nama Calung.
Bagi masyarakat Banyumas, Calung bukan sekadar hiburan, melainkan warisan
leluhur yang sarat makna, penuh filosofi, dan terus berkembang mengikuti zaman.
Apa Itu Calung?
Calung
adalah kesenian musik tradisional yang menggunakan alat musik dari bambu.
Uniknya, dalam Calung, bambu tidak hanya dipukul sembarangan, tetapi diproses
dan disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan nada-nada pentatonik khas
Jawa. Bunyi Calung bisa dibilang sangat khas, memadukan suara bambu yang ritmis
dengan nyanyian, lawakan, dan gerakan tari yang hidup dan jenaka.
Namun,
Calung tidak hanya soal musik. Dalam pertunjukannya, Calung menggabungkan unsur
vokal (tembang), dialog komedi (lelucon ala Banyumas atau ngapak style),
serta gerak tari yang lincah. Maka tak heran jika Calung sering disebut sebagai
pertunjukan seni yang komplet: musik, teater, tari, dan sastra ada di dalamnya.
Sejarah Kesenian Calung Banyumas
Asal-usul
Calung diyakini sudah ada sejak zaman kerajaan di tanah Jawa. Banyak sejarawan
lokal percaya bahwa Calung lahir dari kehidupan masyarakat petani dan rakyat
kecil di Banyumas, yang mencari hiburan murah dan mudah di sela-sela pekerjaan
mereka. Bambu yang melimpah di sekitar hutan menjadi bahan utama pembuatan alat
musik Calung. Dari sinilah lahir kreativitas tanpa batas.
Pada
awalnya, Calung dimainkan oleh para pemuda kampung sebagai media hiburan
rakyat. Tidak ada panggung, tidak ada tata cahaya, dan tidak ada kostum khusus.
Mereka cukup duduk di balai desa, memukul Calung, bernyanyi, dan menari.
Semuanya dilakukan dengan semangat kebersamaan dan gotong royong.
Seiring
waktu, Calung mulai tampil di acara-acara penting masyarakat seperti sedekah
bumi, pernikahan, atau sunatan. Bahkan, pada masa kolonial Belanda, Calung
sering dimainkan untuk membangkitkan semangat rakyat dan menjadi media sindiran
sosial terhadap ketidakadilan yang terjadi.
Filosofi di Balik Calung
Kesenian
Calung bukan hanya soal bambu yang dipukul dan menciptakan irama. Ia menyimpan nilai-nilai luhur yang sangat
dalam.
1. Kesederhanaan dan Kemandirian
Calung adalah simbol kesederhanaan. Alat musiknya tidak rumit. Bambu
yang tumbuh di sekitar rumah bisa dijadikan Calung. Hal ini menggambarkan
filosofi hidup masyarakat Banyumas yang menerima, memanfaatkan, dan bersyukur
atas apa yang ada di sekitar mereka.
2. Gotong Royong dan Kebersamaan
Calung biasanya dimainkan secara berkelompok, bisa 5 hingga 10 orang,
bahkan lebih. Mereka harus kompak dalam memainkan nada dan irama. Ini
menggambarkan pentingnya kebersamaan dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat.
3. Kritik Sosial dan
Refleksi Kehidupan
Lirik lagu-lagu dalam pertunjukan Calung sering mengandung pesan moral,
kritik sosial, dan humor yang menyentil. Calung menjadi saluran ekspresi rakyat
untuk menyuarakan kegelisahan, tanpa harus menimbulkan konflik.
4. Ngapak: Identitas
Lokal yang Dibanggakan
Bahasa ngapak dalam Calung bukan hanya gaya bicara, melainkan simbol
kebanggaan identitas. Di saat banyak orang malu dengan logat Banyumas, Calung
justru mengangkatnya sebagai kekuatan. Kalimat seperti “ora ngapak ora kepenak”
menjadi semacam slogan tidak resmi bagi para pelestari budaya Banyumas.
Bentuk-Bentuk
Pertunjukan Calung
Seiring berkembangnya zaman, Calung di Banyumas mengalami transformasi
dalam bentuk dan penyajian. Berikut beberapa bentuk pertunjukan Calung yang
populer:
1. Calung Renteng
Calung jenis ini dimainkan dengan cara alat musik Calung dipasang
sejajar (direnteng) dan dimainkan oleh beberapa orang. Calung renteng lebih
fokus pada musikalitas.
2. Calung Jinjing
Dalam Calung jinjing, pemain membawa alat musiknya sambil berjalan atau
menari. Ini menciptakan pertunjukan yang lebih dinamis
dan atraktif.
3. Calung Lengger
Ini adalah
bentuk pertunjukan Calung yang paling terkenal. Calung Lengger menggabungkan
musik, tari, dan lawakan. Seorang penari wanita (Lengger) akan tampil menari
dengan lemah gemulai, sementara para penabuh Calung akan menyanyikan lagu-lagu
jenaka dan interaktif.
Lengger
dalam pertunjukan Calung tidak hanya menari, tapi juga berinteraksi dengan
penonton, kadang menggoda, kadang memberi pesan moral. Ada juga peran Banyumasan
yang menghibur dengan gaya khas ngapaknya yang lucu dan santai.
Perkembangan Calung di Era Modern
Dalam
beberapa dekade terakhir, Calung sempat mengalami penurunan peminat, terutama
karena pengaruh budaya luar dan minimnya regenerasi seniman muda. Namun,
beberapa tahun belakangan, Calung mulai kembali naik daun. Banyak komunitas
seni, kampus, bahkan anak-anak muda yang mulai melirik Calung sebagai warisan
budaya yang harus dijaga.
1. Revitalisasi Lewat Sekolah dan Komunitas
Banyak
sekolah di Banyumas dan sekitarnya memasukkan Calung dalam kegiatan
ekstrakurikuler. Komunitas seperti Sanggar Seni Calung Ngapak juga aktif
melatih anak-anak muda untuk mencintai dan memainkan Calung.
2. Calung Goes Digital
Tak
ketinggalan, banyak pertunjukan Calung kini bisa dinikmati lewat YouTube dan
media sosial. Grup-grup Calung bahkan mulai membuat konten-konten
kreatif—kolaborasi dengan musisi modern, menyanyikan lagu pop dengan iringan
Calung, hingga menciptakan lagu-lagu orisinal bertema milenial.
3. Festival dan Ajang Kompetisi
Pemerintah
daerah juga aktif menggelar festival seni Calung, baik di tingkat kabupaten
maupun provinsi. Ini menjadi ajang pembuktian bahwa Calung bukan hanya warisan
masa lalu, tetapi juga kesenian masa kini dan masa depan.
Menjaga Calung, Menjaga Jati Diri
Calung
Banyumas bukan hanya tentang bambu, bukan sekadar bunyi dan tari. Ia adalah
napas masyarakat Banyumas—cara mereka berpikir, merasakan, dan mengekspresikan
kehidupan. Di tengah arus globalisasi yang kuat, Calung mengajarkan bahwa
menjaga akar budaya bukan berarti menolak kemajuan, tetapi justru memperkuat
identitas dalam menghadapi dunia yang terus berubah.
Bagi kita
semua, mengenal dan mencintai Calung adalah bagian dari merawat keberagaman
budaya Indonesia. Dan siapa tahu, di tengah gempuran K-pop dan EDM, suara bambu
Calung dari tanah ngapak bisa kembali bergema hingga ke pentas dunia.
Kalau kamu
tertarik menyaksikan pertunjukan Calung secara langsung, cobalah datang ke
Banyumas saat ada festival budaya atau hajatan warga. Rasakan sendiri magisnya
Calung—jenaka, hangat, dan menggugah. Karena di sanalah, kita tak hanya
mendengar bunyi bambu, tapi juga denyut hati rakyat Banyumas.
Komentar
Posting Komentar