Kesenian Buncis Banyumasan: Warisan Luhur yang Mulai Dilupakan Anak Muda

Pentas Seni Buncis Banyumasan 

Di tengah arus modernisasi dan gempuran budaya populer yang begitu masif, satu demi satu kesenian tradisional di Nusantara perlahan menghilang dari ingatan generasi muda. Salah satunya adalah kesenian Buncis dari daerah Banyumas, Jawa Tengah. Kesenian ini dahulu sangat hidup, meriah, dan menjadi kebanggaan masyarakat, namun kini semakin jarang dipentaskan dan bahkan mulai asing di telinga anak-anak muda Banyumasan sendiri.

Apa Itu Kesenian Buncis?

Kesenian Buncis adalah seni pertunjukan rakyat khas Banyumasan yang menggabungkan unsur musik tradisional, tari, dan lawakan rakyat (dagelan). Nama “Buncis” sendiri bukan berasal dari sayuran yang kita kenal, melainkan merupakan singkatan atau plesetan dari kata yang bermakna jenaka dan menghibur. Dalam pertunjukannya, Buncis menyuguhkan kombinasi unik antara alat musik seperti gendang, angklung, saron, kendang, dan kenthongan, serta penampilan para penari dan pelawak lokal.

Pertunjukan Buncis biasanya digelar di halaman rumah, lapangan, atau panggung terbuka, dalam rangka perayaan tertentu seperti hajatan, syukuran desa, atau acara adat lainnya. Ciri khasnya adalah penyampaian cerita atau kritik sosial dengan gaya kocak, ringan, dan jenaka—namun tetap sarat makna. Buncis menjadi media hiburan rakyat yang merakyat, murah, dan menyentuh keseharian masyarakat Banyumasan.

Mengapa Kesenian Buncis Mulai Terlupakan?

Sayangnya, dalam beberapa dekade terakhir, eksistensi kesenian Buncis kian memudar. Ada beberapa alasan utama mengapa kesenian ini mulai terlupakan, terutama di kalangan generasi muda:

1. Minimnya Dokumentasi dan Edukasi

Banyak kesenian rakyat seperti Buncis tidak terdokumentasi dengan baik. Tidak ada arsip pertunjukan yang lengkap, tidak banyak buku atau literatur yang mengulas secara mendalam, dan belum masuk dalam kurikulum pendidikan lokal. Akibatnya, anak muda tidak mengenal Buncis sejak dini.

2. Dominasi Budaya Pop dan Globalisasi

Era digital membawa berbagai konten hiburan modern ke dalam genggaman anak muda—dari K-Pop, musik Barat, hingga film dan serial luar negeri. Mereka cenderung lebih mengenal budaya luar dibanding budaya lokalnya sendiri. Buncis yang tidak "viralnya" kalah pamor.

3. Kurangnya Regenerasi Seniman

Generasi pelaku kesenian Buncis sebagian besar adalah orang tua atau sepuh yang masih mempertahankan warisan ini. Sayangnya, sangat sedikit anak muda yang mau belajar atau meneruskan tradisi ini. Kekhawatiran akan dianggap kuno, malu, atau tidak relevan dengan zaman menjadi penghalang regenerasi.

4. Kurangnya Dukungan Pemerintah dan Media

Kesenian lokal seperti Buncis belum mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah daerah maupun media lokal. Minimnya festival budaya atau program pelestarian membuat kesenian ini semakin tidak mendapat panggung.

Mengapa Buncis Harus Dilestarikan?

Banyak yang beranggapan bahwa kesenian seperti Buncis tidak lagi relevan di era digital. Tapi sebenarnya, kesenian ini justru bisa menjadi solusi untuk membangun identitas budaya, memperkuat karakter generasi muda, dan menjadi daya tarik pariwisata lokal.

1. Warisan Budaya yang Unik

Buncis adalah cerminan dari kearifan lokal masyarakat Banyumas. Dari lelucon, cerita rakyat, hingga irama musiknya, semua menyimpan filosofi hidup, kritik sosial, dan nilai-nilai luhur seperti gotong royong, kesederhanaan, serta kebijaksanaan.

2. Media Kritik Sosial yang Elegan

Buncis bukan sekadar hiburan, tetapi juga media penyampaian kritik sosial yang jenaka. Dalam balutan humor, seniman Buncis sering menyentil persoalan politik lokal, isu sosial, dan kehidupan masyarakat sehari-hari tanpa menimbulkan konflik. Ini seni komunikasi yang cerdas dan damai.

3. Potensi Wisata Budaya

Dengan kemasan yang tepat, Buncis dapat menjadi daya tarik wisata budaya. Pertunjukan seni lokal seperti ini bisa menjadi agenda rutin di desa wisata, festival seni, hingga event budaya nasional, yang tentu akan memberikan manfaat ekonomi juga.

Membangkitkan Kembali Semangat Buncis di Era Digital

Meski tantangannya tidak ringan, bukan berarti tidak mungkin untuk menghidupkan kembali kesenian Buncis. Justru, di era digital ini, ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan oleh anak muda untuk merestorasi dan mempopulerkan kembali seni tradisi ini.

1. Digitalisasi dan Konten Kreatif

Anak muda bisa mulai mendokumentasikan pertunjukan Buncis dalam bentuk video, mengunggahnya ke platform YouTube, Instagram, TikTok, dan media sosial lainnya. Bayangkan jika ada kanal khusus yang menampilkan humor-humor khas Banyumasan dari Buncis—unik dan potensial viral.

2. Kolaborasi dengan Seniman Modern

Menggabungkan elemen Buncis dengan seni modern seperti beatbox, rap, atau dance kontemporer bisa menjadi daya tarik tersendiri. Ini bisa dilakukan lewat kolaborasi lintas generasi: seniman sepuh dengan anak-anak muda kreatif.

3. Workshop dan Sekolah Seni Lokal

Pemerintah daerah dan komunitas seni bisa bekerja sama membuka workshop atau kelas seni khusus Buncis. Tidak hanya untuk anak-anak, tapi juga untuk remaja dan mahasiswa. Dengan pendekatan yang menyenangkan, Buncis bisa menjadi ruang kreatif baru.

4. Festival Buncis Tahunan

Bayangkan jika setiap tahun ada Festival Buncis Banyumasan yang diikuti oleh kelompok seni dari berbagai desa. Selain melestarikan budaya, ini juga menjadi momentum berkumpulnya masyarakat dan wadah promosi budaya Banyumas ke tingkat nasional.

Pilihan Ada di Tangan Kita

Melestarikan kesenian seperti Buncis bukan hanya tugas para pelaku seni atau pemerintah, tapi juga tanggung jawab kita sebagai bagian dari masyarakat. Anak muda saat ini memiliki akses, alat, dan jaringan yang jauh lebih luas dibanding generasi sebelumnya. Jika potensi itu digunakan untuk menjaga budaya sendiri, maka Buncis bisa bangkit dan hidup kembali.

Kesenian tradisional tidak harus bersaing dengan budaya modern, tapi bisa berdampingan—asal ada kemauan untuk mengenal, memahami, dan mencintai. Karena pada akhirnya, bangsa yang besar bukanlah bangsa yang melupakan akar budayanya, tapi bangsa yang mampu menjadikannya pijakan untuk melangkah ke masa depan.

Jadi, kapan terakhir kali kamu menonton Buncis?

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Sejarah, Asal-usul, dan Perkembangan Lengger Banyumasan

Purwokerto: Kota Seribu Curug yang Memikat Hati

Mengenal Begalan Banyumasan: Asal-usul, Sejarah, Filosofi, dan Perkembangannya